Sejarah Daerah mekongga

22 Jun 2021, 21:45:38 WIB

Sejarah Daerah Mekongga

Dahulu wilayah Kerajaan Mekongga disebut Wonua Sorume(Negeri Anggrek),  karena wilayah ini dikenal sebagai tempat tumbuhnya berbagai jenis Anggrek. Nama   Mekongga baru digunakan setelah kerajaan tersebut terbentuk dengan maksud  mengabadikan  peristiwa terbunuhnya Kongga Owose(Burung Elang Raksasa) oleh Sangia Larumbalangi Raja  Pertama Kerajaan Mekongga.

Mitologi Mekongga

Menurut mitologi burung Kongga, bahwa Sawerigading, salah seorang cucu Batara Guru yang diutus oleh para dewata datang ke dunia untuk memerintah dan   mendirikan kerajaan-kerajaan. Cucu penguasa langit tersebut diturunkan ke Luwu yang  kemudian menyebar ke beberapa wilayah lain, termasuk wilayah Sulawesi Tenggara yang dikenal Luwu dengan nama Tana Alau (Negeri di Timur) karena merujuk pada wilayah yang terletak  ditempat mereka melihat matahari tersebut di pagi hari.

Pada zaman Sawerigading (diperkirakan abad XIV) Larumbalangi, salah seorang keluarga dekat Sawerigading berangkat ke Tanau Alau untuk mendirikan kerajaan  baru.  Dalam perjalanannya ke arah timur kemudian menetap dan bermukim di Kolumba (Ulu  Balandete) lalu mendirikan Kerajaan Mekongga. Di wilayah tersebut sebelumnya telah  didiami oleh masyarakat yang menyebut dirinya ‘Orang Tolaki’ yang berarti ‘orang-orang pemberani’.

Sebagaimana yang diriwayatkan dalam mitologi Burung Kongga bahwa pada masa pemerintahan Larumbalangi, di wilayah Kerajaan Mekongga terdapat gangguan berupa datangnya seekor burung raksasa (sejenis Burung Elang) yang dalam bahasa Tolaki disebut Kongga. Kepanikan terjadi dimana-mana, jika burung tersebut telah menampakkan dirinya. Pada penduduk dapat dipastikan mengalami kerugian yang sangat besar bahkan tidak sedikit korban jiwa manusia yang akan disambar oleh burung tersebut jika tidak menemukan korban rusa, babi atau binatang lain yang dapat dimangsanya.

Dalam situasi yang panik seperti ini, dengan segala keperkasaan, keberanian dan kesaktian seorang cucu Dewata, Larumbalangi turun tangan untuk memberikan  petunjuk agar para penduduk secara bersama-sama memberikan perlawanan terhadap burung  pemangsa yang ganas tersebut. Secara bahu membahu antara para warga masyarakat  dengan  pimpinannya berusaha memancing datangnya burung yang meresahkan kehidupan  masyarakat. Hingga akhirnya datanglah sang angkara yang akan menyambar korbannya, namun disambut dengan satu lemparan tombak (sungga) dari Larumbalangi yang tepat menancap dibagian jantung burung raksasa tersebut. Secara beramai-ramai, warga masyarakat menyusul menancapkan bambu  runcingnya hingga Burung Kongga tersebut mati kehabisan darah. Lokasi terbunuhnya makhluk   tersebut adalah suatu bantaran sungai yang sekarang disebut Lamekongga. Berdasar pembentukan kata, makna kata ‘La’ menunjuk arti ‘bantaran sungai’ yang merujuk pada peristiwa yang dapat berarti mencari, menangkap dan membunuh. Sedangkan ‘Kongga’ adalah merujuk pada nama ‘Burung Elang’.

Wilayah Kolaka zaman dahulu merupakan wilayah Kerajaan Mekongga yang penduduk aslinya bersuku bangsa Tolaki (artinya orang berani). Pada zaman dahulu jazirah Sulawesi Tenggara dikenal dengan nama “Tanah Alau”, yang artinya tanah di sebelah timur, karena orang di Sulawesi Selatan selalu melihat bahwa matahari selalu terbit di sebelah timur tempat mereka. Nama asli daerah Kolaka adalah “Wonua Sorume” artinya negeri Anggrek sebab di daerah ini banyak Anggrek berwarna kuning emas dan mengkilat, Anggrek tersebut biasanya dibuat tikar, tempat rokok dan lain-lain yang harganya mahal. Pada zaman dahulu hanya raja-raja dan bangsawan saja yang boleh memakai benda-beda yang terbuat dari Anggrek ini.

Pada abad 14 dua orang dari keluarga Sawerigading menuju Sulawesi Tenggara (Tanah Alau). Kedua saudara tersebut yaitu Larumbalangi (laki-laki) dan Wekoila (puteri). Wekoila merupakan nama julukan, terdiri atas ‘We’ menyatakan wanita, dan ‘Koila’ adalah sejenis siput di laut yang putih bersih. Wekoila ini adalah seorang puteri yang cantik, kulitnya putih bersih seperti koila. Nama sebenarnya dari Wekoila adalah Tenrirawe (We Tenrirawe). Larumbalangi membentuk kerajaan Mekongga yang bertempat tinggal di Wundulako, Ulu Balandete. Adapun Wekoila terus ke daerah Kendari dan membentuk Kerajaan Konawe.

Susunan pemerintahan Kerajaan Mekongga, yaitu : (1) Pemerintah Pusat Kerajaan, terdiri atas (a) Mokole atau Bokeo adalah Raja, (b) Kapita, adalah tangan besi Mokole, (c)  Pabitara, adalah  Penyambung Lidah, (d) Sapati, adalah urusan umum dan rumah tangga kerajaan serta kesejahteraan rakyat; (2) Penguasa Wilayah atau Pu Tobu, menguasai beberapa    daerah dan  tugasnya adalah  mengatur Osara (adat) di wilayah hukumnya; (3) Penguasa Daerah, tiap  daerah dikepalai oleh  Tonomotuo, yang dibantu oleh (a) Pabitara, bertugas mengawasi dan menyelesaikan  perkara, (b) Tolea, bertugas menangani pernikahan/perceraian dan (c)  Posudo,sebagai pembantu umum.

Sejarah Perkembangan Pemerintahan Tanah Mekongga

Lokasi Kerajaan Mekongga terletak di daratan Sulawesi Tenggara. Pusat pemerintahan atau Ibukota Kerajaan Mekongga pada awalnya terletak di Kolumba (Ulu Balandete) yang  berjarak kira-kira enam kilometer dari Kota Kolaka sekarang. Namun dalam perkembangannya pusat pemerintahan Kerajaan Mekongga kemudian berpindah ke Puunaha (wilayah  Wundulako sekarang).4 Wilayah Kerajaan Mekongga meliputi empat wilayah hukum (Siwolembatohuuo),yakni sebagai berikut:

1. Wilayah sebelah Utara dikuasai oleh seorang yang bergelar Kapitayang berkedudukan di Balandete

2. Wilayah sebelah Timur dikuasai oleh seorang yang bergelar Pabitarayang berkedudukan di Epe.

3. Wilayah sebelah Selatan dikuasai oleh seorang yang bergelar Putobuuyang berkedudukan di La Mekongga.

4. Wilayah sebelah Barat dikuasai oleh seorang Sapatiyang berkedudukan di Lelewawo.

Masa Penjajahan Belanda

Kedatangan Belanda ke daerah ini pada tahun 1906, susunan pemerintahan dirubah  menjadi terdiri atas Bokeodan Kapita. Wilayah Kolaka dijadikan tujuh distrik, setiap  distrik  dikepalai oleh seorang Anakia yang bergelar Mokole. Jadi kedudukan Mokoleyang   tadinya  meliputi seluruh Kerajaan Mekongga, maka dengan ini turun menjadi tingkatan  Kepala Distrik. Tonomutuoditiadakan dan diganti dengan Kepala Kampung, dibantu seorang yang  bergelar Sarea. Ketujuh distrik tersebut yaitu: Distrik Kolaka (ibu negerinya Kolaka), Distrik Mambulo (ibu negerinya Rate-Rate), Distrik Singgere (ibu negerinya Tinondo), Distrik Tawanga (ibu negerinya Tawanga), Distrik Lapai (ibu negerinya Tongauna), Distrik  Konaweha (ibu negerinya Watumendonga), dan Distrik Kondeeha (ibu negerinya Mala-Mala). Seiring dengan perjalanan waktu, akibat politik Belanda, maka kekuasaan pemerintahan di Daerah Mekongga yang sebelumnya berada penuh di tangan Raja Mekongga, yaitu Bokeo(Mokole) beralih ke   tangan Controleurdan Sulewetang.

Pada tahun 1933 Belanda mengadakan perubahan lagi susunan pemerintahan distrik, yaitu: (1) Bokeo, (2) Kapita, dan (3) Sapati. Akan tetapi tujuh distrik yang dibentuk Belanda dijadikan tiga distrik saja, yaitu: (1) Distrik Kolaka (ibukotanya Kolaka), (2) Distrik  Sulewatu (ibukotanya Mowewe), dan (3) Distrik Patampanua (Ibukotanya Mala-Mala). Selanjutnya Distrik Kolaka dibagi dua bagian, yaitu Utara dan Selatan, masing-masing dikepalai oleh  Sapati dan Bokeo. Distrik Solewatu dikepalai oleh Kapita, Distrik Patampanua dikepalai oleh  Mokole Patampanua. Dengan sendirinya Bokeo, Kapita dan Sapati menjadi Kepala Distrik  dan Sulewatang yang berkuasa. Setiap distrik terdiri dari tiga Order Distrik dengan gelaran Kepala Distrik Bawahan.

Masa Penjajahan Jepang

Pada zaman penjajahan Jepang susunan pemerintahan tidak berubah, akan tetapi sebutan untuk jabatan pemerintahan diubah kedalam bahasa Jepang. Selanjutnya pada zaman  Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, perubahan juga tidak ada, Sulewetang waktu itu Andi Kasim diangkat menjadi Kepala Pemerintah Negeri Republik Indonesia di Daerah Kolaka.

Setelah itu terjadi pertempuran yang hebat antara rakyat (PKR) dengan NICA, NICA menduduki Kota Kolaka pada tanggal 7 Februari 1946. Selanjutnya NICA  membentuk pemerintahan dengan susunan sebagai berikut : (1) Bokeo, (2) Kapita, (3) Pabitara, dan (4) Sapati. Adat kampung mulai dikembalikan seperti semula, tetapi tidak berkembang  dengan pesat. Pada zaman Negara Indonesia Timur daerah ini menjadi Neo Swapraja.  Keuangan  Swapraja Kendari dan Kolaka disatukan menjadi Kas Konawe. Oleh sebab itu Distrik Patampanua memisahkan diri dari Kolaka dan tetap pada status afdeeling Luwu pada tahun 1947 sampai keluarnya UU No. 29/1959. Dengan demikian Daerah Kolaka hanya terdiri dari dua distrik, yaitu Distrik Kolaka (ibukotanya Kolaka) dan Distrik Solewatu (Ibukotanya Mowewe).

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada tanggal 30 April 1950 Pemuda Republik Indonesia (PRI) Kolaka (yang  dibentuk pada tanggal 17 September 1945) mengadakan rapat dan salah satu keputusannya adalah bahwa semua Negara bagian yang ada di seluruh Indonesia segera melebur dan masuk ke Republik Indonesia.

Selanjutnya beberapa organisasi politik yang ada di Kolaka membuat pernyataan, menuntut agar Daerah Kolaka yang berstatus Kewedanan menjadi kabupaten ( Kabupaten  Kolaka). Perjuangan ini berlangsung sejak tahun 1950, namun terwujud pada tahun 1960. Perjuangan pertama menuntut agar Kabupaten Sulawesi Tenggara dipecah dua,   menjadi: (1) Kabupaten Buton/Muna, dan (2) Kabupaten Kendari/Kolaka. Dengan adanya  perkembangan baru, yaitu lahirnya ide dari Pemerintah Provinsi Sulawesi untuk menjadikan setiap kewedanan menjadi kabupaten, maka Kolaka menuntut menjadi kabupaten sendiri dan terwujud pada tahun 1960, berdasarkan UU No. 29/1959. Berdasarkan Undang- Undang tersebut istilah distrik ditiadakan. Daerah Kolaka dibagi atas tiga kecamatan, yaitu :  Kecamatan Kolaka  (ibukota Wundulako), Kecamatan Tirawuta (ibukota Rate-Rate) dan Kecamatan Batu Putih (ibukota Wawo).Wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Kolaka pada tahun 1999 terdiri dari 10 wilayah kecamatan, 173 desa dan 39 kelurahan. Daerah ini juga dibagi atas dua wilayah kerja pembantu Bupati, yaitu:

· Pembantu Bupati Wilayah Kolaka Bagian Selatan dan Timur berkedudukan di Anaiwoi

· dengan wilayah kerja meliputi : Kecamatan Tirawuta, Ladongi, Mowewe, Wundulako, Pomalaa, Watubangga dan Kolaka

· Pembantu Bupati Wilayah Kolaka Utara dan Barat yang berkedudukan di Mala-Mala dengan wilayah kerja meliputi Kecamatan Wolo, Lasusua, dan Pakue.

· Pulau – pulau yang terdapat di Kabupaten Kolaka antara lain:

1. Pulau Padamarang

2. Pulau Lambasina Kecil

3. Pulau Lambasina Besar

4. Pulau Maniang

5. Pulau Buaya

6. Pulau Pisang

7. Pulau Lemo

PILIHAN REDAKSI